fokusbatulicin.net – Masyarakat diimbau tetap waspada terhadap penularan DBD di tengah pandemi Covid-19 saat ini. Selain memberantas sarang nyamuk, warga juga diharapkan lebih sadar pada gejala penyakit tersebut dan memeriksakan diri secara lebih dini.
Berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan, di Indonesia sejak 1 Januari sampai 4 April 2020 tercatat 39.876 kasus DBD. Angka terbanyak di Jawa Barat (5.894 kasus), Nusa Tenggara Timur (4.493 kasus), Lampung (3.682 kasus), Jawa Timur (3.045 kasus), dan Bali (2.173 kasus).
Pada periode yang sama, tercatat 254 kasus kematian. Kasus tertinggi di Nusa Tenggara Timur (48 kasus), Jawa Barat (30 kasus), Jawa Timur (24 kasus), Jawa Tengah (16 kasus), dan Lampung (16 kasus).
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi saat dihubungi di Jakarta, Minggu (5/4/2020), mengatakan, jumlah kasus DBD yang dilaporkan masih meningkat. Pada 21 Maret 2020, jumlah DBD sebanyak 33.007 kasus. Artinya, selama dua pekan ini sudah ada penambahan sekitar 6.500 kasus.
”Meski tidak ada daerah yang menyatakan KLB (kejadian luar biasa) DBD, kewaspadaan harus terus ditingkatkan, terutama untuk tetap menjalankan kegiatan pemberantasan sarang nyamuk. Dengan kondisi bekerja dan belajar saat ini seharusnya bisa dimanfaatkan masyarakat untuk lebih menggiatkan kegiatan bersih-bersih rumah dan lingkungan,” tuturnya.
Nadia juga mengimbau masyarakat untuk mewaspadai kemungkinan terjadinya koinfeksi atau infeksi ganda dari DBD dan Covid-19 dari satu pasien. Hal ini membutuhkan perhatian khusus, baik bagi pasien maupun petugas kesehatan.
Meski belum ada laporan resmi yang diterima terkait kejadian koinfeksi tersebut, petugas kesehatan tetap harus waspada jika ada pasien yang datang dengan gejala awal demam berdarah. Kewaspadaan ini juga terkait perlindungan pasien DBD dengan memastikan tempat perawatan terpisah dari pasien yang masih terduga ataupun terkonfirmasi Covid-19.
”Gejala awal memang hampir sama, yakni dengan demam. Namun, pada pasien Covid-19 biasanya akan lebih mengalami gejala seperti sesak napas dan batuk. Sementara pada pasien DBD, demam yang dialami biasanya disertai dengan bintik merah atau pendarahan lain seperti mimisan,” kata Nadia.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Achmad Yurianto menambahkan, peningkatan kasus DBD cenderung terjadi pada masa pancaroba pada bulan April-Mei. Untuk itu, masyarakat harus lebih masif melakukan upaya pencegahan agar kasus DBD tidak semakin memperbutuk penularan Covid-19 yang masih mengancam.
Upaya sederhana seperti pemberantasan sarang nyamuk Aedes aegypti, yang menjadi vektor virus dengue, harus terus digalakkan. Itu bisa dilakukan dengan menerapkan gerakan 3M plus, seperti menguras bak penampungan air seminggu sekali dan menyikat kamar mandi, menutup tempat penampungan air agar tidak menjadi sarang nyamuk, serta mengubur barang-barang yang tidak terpakai yang bisa berpotensi menimbulkan genangan.
”Bersama keluarga di rumah mari kita lakukan PSN. Ini penting karena kita tahu bahwa dengan munculnya penyakit DBD akan memperburuk angka kesakitan dan kematian yang terjadi kalau bercampur dengan kasus Covid-19,” kata Yurianto. (kompas.id)