fokusbatulicin.net – Bulan Rabi’ul Awwal sebentar lagi, yuk simak kisah singkat kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Nabi Muhammad SAW adalah anggota Bani Hasyim, sebuah kabilah yang paling mulia dalam suku Quraisy yang mendominasi masyarakat Arab. Ayahnya bernama Abdullah bin Abdul Muthallib, seorang kepala suku Quraisy yang besar pengaruhnya. Ibunya bernama Aminah binti Wahab dari Bani Zuhrah.
Tahun kelahiran Nabi Muhammad SAW dikenal dengan nama Tahun Gajah, karena pada tahun itu terjadi peristiwa besar, yaitu datangnya pasukan gajah menyerbu Mekah dengan tujuan menghancurkan Ka’bah.
Pasukan itu dipimpin oleh Abrahah, gubernur Kerajaan Habsyi di Yaman. Abrahah ingin mengambil alih kota Mekah dan Ka’bahnya sebagai pusat perekonomian dan peribadatan bangsa Arab. Ini sejalan dengan keingin Kaisar Negus dari Ethiopia untuk menguasai seluruh tanah Arab, yang bersama-sama dengan Kaisar Byzantium menghadapi musuh dari timur, yaitu Persia (Irak).
Beberapa bulan setelah penyerbuan tentara gajah, Aminah melahirkan seorang bayi laki-laki, yang diberi nama Muhammad. Ia lahir pada malam menjelang dini hari Senin, 12 Rabiul Awal Tahun Gajah, bertepatan dengan 20 April 570 M.
Saat itu ayah Muhammad, Abdullah, telah meninggal dunia. Nama Muhammad diberikan oleh kakeknya, Abdul Muthallib. Nama itu sedikit ganjil di kalangan orang-orang Quraisy, karenanya mereka berkata kepada Abdul Muthallib, “Sungguh di luar kebiasaan, keluarga Tuan begitu besar, tetapi tak satu pun yang bernama demikian.” Abdul Muthallib menjawab, “Saya mengerti. Dia memang berbeda dari yang lain. Dengam nama ini saya ingin agar seluruh dunia memujinya.”
Pada saat Muhammad berusia enam tahun, ibunya Aminah binti Wahab mengajaknya ke Yatsrib (Madinah) untuk mengunjungi keluarganya serta mengunjungi makam ayahnya. Namun dalam perjalanan pulang, ibunya jatuh sakit.
Setelah beberapa hari, Aminah meninggal dunia di Abwa’ yang terletak tidak jauh dari Yatsrib, dan dikuburkan di sana. Setelah ibunya meninggal, Muhammad dijaga oleh kakeknya, ’Abd al-Muththalib.
Setelah kakeknya meninggal, ia dijaga oleh pamannya, Abu Thalib. Ketika inilah ia diminta menggembala kambing-kambingnya disekitar Mekkah dan kerap menemani pamannya dalam urusan dagangnya ke negeri Syam (Suriah,Libanon dan Palestina).
Adalah suatu kebiasaan di Mekah, anak yang baru lahir diasuh dan disusui oleh wanita desa dengan maksud supaya ia bisa tumbuh dalam pergaulan masyarakat yang baik dan udara yang lebih bersih. Saat Muhammad lahir, ibu – ibu dari desa Sa’ad datang ke Mekah menghubungi keluarga-keluarga yang ingin menyusui anaknya.
Desa Sa’ad terletak kira-kira 60 km dari Mekah, dekat kota Ta’if, suatu wilayah pegunungan yang sangat baik udaranya. di antara ibu-ibu tsb terdapat seorang wanita bernama Halimah binti Abu Du’aib as Sa’diyah.
Keluarga Halimah tergolong miskin, karenanya ia sempat ragu untuk mengasuh Muhammad karena keluarga Aminah sendiri juga tidak terlalu kaya. Akan tetapi entah mengapa bayi Muhammad sangat menawan hatinya, sehingga akhirnya Halimah pun mengambil Muhammad SAW sebagai anak asuhnya.
Ternyata kehadiran Muhammad SAW sangat membawa berkah pada keluarga Halimah. Dikisahkan bahwa kambing peliharaan Haris, suami Halimah, menjadi gemuk-gemuk dan menghasilkan susu lebih banyak dari biasanya.
Rumput tempat menggembala kambing itu juga tumbuh subur. Kehidupan keluarga Halimah yang semula suram berubah menjadi bahagia dan penuh kedamaian. Mereka yakin sekali bahwa bayi dari Mekah yang mereka asuh itulah yang membawa berkah bagi kehidupan mereka.
Dalam asuhannyalah Nabi Muhammad dibesarkan sampai usia empat tahun. Setelah itu, kurang lebih dua tahun dia berada dalam asuhan ibu kandungnya. Ketika berusia enam tahun, dia menjadi anak yatim piatu.
Seakan-akan Allah ingin melaksanakan sendiri pendidikan Nabi Muhammad, orang yang dipersiapkan untuk membawa risalah-Nya yang terahir. Allah berfirman: “Bukankah Allah mendapatimu sebagai anak yatim, lalu Dia melindungimu Dan Allah mendapatimu sebagai oang yang bingung, lalu Dia memberimu petunjuk” (QS 95: 6-7).
Setelah Aminah meninggal, Abdul Muthalib mengambil alih tanggung jawab merawat Nabi Muhammad. Namun, dua tahun kemudian Abdul Muthalib meninggal karena renta. Tanggung jawab selanjutnya beralih kepada pamannya, Abu Thalib. Seperti juga Abdul Muthalib, dia sangat disegani dan dihormati orang Quraisy dan penduduk Makkah secara keseluruhan, tetapi dia
miskin.
Dalam usia muda, Nabi Muhammad sebagai pengembala kambing
keluarganya dan kambing penduduk Makkah. Melalui kegiatan pengembalaan ini dia menemukan tempat untuk berpikir dan merenung. Dalam suasana demikian, dia ingin melihat sesuatu di balik semuanya.
Pemikiran dan perenungan itu membuatnya jauh dari segala pemikiran nafsu duniawi, sehingga ia terhindar dari berbagai macam noda yang dapat merusak namanya, karena itu sejak muda ia sudah dijuluki al-Amin, orang yang terpercaya.
Ketika pamannya, Abu Thalib memutuskan untuk pergi ke Syam
dalam misi perdagangan, pada waktu itu usia Nabi Muhammad telah mencapai Sembilan tahun. Ketika pamannya mau berangkat, tiba-tiba saja Nabi Muhammad bergantungan kepada pamannya dan tidak mau berpisah, yang menyebabkan pamannya berkata, “Aku akan membawanya bersamaku ke Syam dan dia tidak boleh berpisah denganku.” Setelah sampai di sebuah kota bernama Bashrah di wilayah Syam, di tempat itu dikenal ada seorang
pendeta yang selalu beribadah di tempat peribadatannya. Mereka memutuskan untuk berteduh di bawah pohon dekat tempat peribadatan itu.
Pendeta itu memperhatikan awan yang menyertai perjalanan mereka dan dahan pohonyang memayungi Nabi Muhammad sehingga dia beteduh di bawahnya dari terik matahari. Pendeta itu penasaran dengan apa yang dia saksikan, sehingga dia mengundang mereka semua untuk hadir dalam undangan makan siang.
Mereka semua hadir kecuali Nabi Muhammad karena usaianya masih sangat muda. Setelah mereka hadir dan Buhaira tidak menemukan tanda-tanda yang dia ketahui, maka pendeta Buhaira berkata, “Apakah kalian semua telah hadir?” Mereka menjawab, “Semua yang pantas menghadiri undangan mu telah hadir kecuali satu. Dia adalah anak kami yang masih kecil.” Buhaira berkata,
“Jangan lakukan itu, tidak boleh ada yang ketinggalan dalam undanganku ini, tolong panggil dia!”
Setelah Nabi Muhammad hadir, dia memperhatikannya dengan sangat seksama, meneliti sesuatu dari badannya, yang pada ahirnya dia menemukan suatu ciri kenabian pada badan Nabi Muhammad. Buhaira memperhatikan pundaknya dan menemukan stempel kenabian di atasnya sesuai dengann ciri-ciri yang selama ini dia ketahui. Setelah selesai, Buhaira mendatangi Abu Thalib dan bertanya-tanya tentang Nabi Muhammad, kemudian menyuruh
mereka agar segera kembali karena takut orang Yahudi menemukan anak itu dan akan mencelakainya.
Pendeta itupun berkata bahwa kelak keponakan Abu Thalib akan menjadi orang penting di negrinya. Pada usia remaja, Rasulullah ikut serta bersama dengan penduduk Makkah dalam beberapa perkara-perkara penting, diantaranya adalah: Perang Fijar, yaitu perang antara Quraisy dan Qais pada bulan-bulan Haram, dan
Kesepakatan al-Fudhul, yaitu orang-orang Quraisy melakukan kesepakatan bahwa tidak didapatkakn seseorangpun di Makkah kecuali mereka akan menolongnya.
Ketika Nabi Muhamad berusia dua puluh lima tahun, nabi berangkat ke Syam untuk melakukan perdagangan milik Khadijah. Sekembalinya dari Syam, Khadijah memintanya untuk menikahinya karena Khadijah tahu bahwa Nabi Muhammad adalah seorang laki-laki yang memiliki sifat kesatria, jujur, dan Amanah.
Khadijah adalah seorang wanita yang terkenal dengan kecerdasannya, tanggap dan peka. Khadijah kemudian mengutus seseorang untuk menemui nabi dengan pesan, “Wahai anak pamanku, aku simpati dengan kepribadianmu yang memiliki kharisma dan kejujuran yang tinggi, dan berasal dari keturunan terhormat; Amanah, berakhlak mulia, dan berkata jujur.” Kemudian Khadijah menawarkan diri untuk dijadikan istrinya.
Menjelang usianya yang ke empat puluh, dia sudah terlalu biasa
memisahkan diri dari pergaulan masyarakat, berkontemplasi ke Gua Hira’, beberapa kilometer di Utara Makkah. Di sana, mula-mula berjam-jam kemudian berhari-hari bertafakur. Pada tanggal 17 Ramadhan tahun 611 M, Malaikat Jibril muncul di hadapannya, menyampaikan wahyu Allah yang pertama:
“Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah mencipta. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu itu maha Mulia. Dia telah mengajarkan dengan Qalam. Dia telah mengajarkan manusia apa yang tidak mereka ketahui.” (Qs. 96: 1-5).
Dengan turunnya wahyu pertama itu, berarti Muhammad telah menjadi nabi. Dalam wahyu pertama ini belum diperintahkan untuk menyeru manusia kepada suatu agama.
Setelah wahyu pertama datang, Jibril tidak muncul lagi untuk beberapa lama, sementara Nabi Muhammad menantikannya dan selalu datang ke Gua Hira’. Dalam keadaan menanti itulah turun wahyu yang membawa perintah kepadanya. Wahyu itu berbunyi sebagai berikut:
Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan Thalhah bin Ubaidillah, menemui Rasulullah dan mengumumkan keislaman mereka di depan Rasulullah. Merekalah delapan orang pertama yang masuk Islam.
Jenjang waktu antara periode dakwah Rasulullah secara rahasia atau sembunyi-sembunyi ke periode dakwah terang-terangan dan terbuka adalah sekitar tiga tahun. Hal itu dimulai dengan turunnya firman Allah,
تُؤمَر َ بِما فَصْ دَع
“ Umumkanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu.”( Al-Hijir: 94).
َ
الأْ َقْرَ بِيْن َ عَشِ يْرَ تَك ْ وَاَنْذِر
“Berikanlah peringatan kepada keluarga dekatmu.”(As-Syu’ara: 214).
Ketika ayat itu turun, Nabi Muhammad berangkat dan berdiri di atas bukit Shafa kemudian memanggil orang-orang, hingga orang-orang Quraisy bertanya tentang siapa orang yang memanggil mereka dari bukit shafa tersebut.
menjelaskan perihal undang-undang Islam. Melalui khutbah ini, nabi menyerukan asas persamaan diantara sesama manusia yang tidak mengenal perbedaan antara hamba yang berdarah Habsyi dengan yang berdarah Quraisy.
Sakit Nabi Muhammad semakin parah hingga tiba hari terakhirnya di dunia, yaitu senin 12 Rabiul Awal 11 Hijriah. Saat umat Islam mengerjakan shalat subuh dengan diimami Abu Bakar, nabi membuka tabir atau kelambu kamar Aisyah. Nabi melihat mereka tengah berbaris shalat, lalu tersenyum bahagia.
mengira nabi akan keluar kamar untuk sholat. Annas menceritakan, “Umat Islam sangat senang saat melihat nabi. Akan tetapi, nabi memberi isyarat agar mereka melanjutkan sholat. Nabi masuk kembali ke kamar dan menutup kembali tabir. Setelah itu, nabi tidak keluar lagi pada waktu-waktu sholat berikutnya.”
sebatang siwak. Aisyah mengisahkan, ”Kepala nabi sedang dipangku waliku. Aku melihanya menatap siwak itu dan aku tahu nabi menginginkannya. Aku pun melunakkan siwak dengan mengunyahnya sedikit.” Di dekat Nabi ada bejana berisi air, kemudian nabi mencelupkan kedua tangannya, lalu mengusap wajahnya sembari berkata, ‘Laa ilaaha illa Allah, sesunggunya
mati memiliki sekarat atau rasa sakit.’ Sambil bersiwak, nabi mengangkat tangan atau jarinya, memusatkan pandangannya ke atap, dan bibirnya bergerak-gerak mengatakan, ‘Bersama orang-orang yang telah engkau beri kenikmatan, yaitu golongan para nabi, kaum syuhada, dan orang-orang shaleh.
Ya Allah, karuniakanlah ampunan dan rahmatmu kepadaku, dan
pertemukanlah aku dengan Rafiq al-a’la. Ya Allah, pertemukanlah aku dengan Rafiq al-a’la.’ Nabi mengulangi perkataan itu sebanyak tiga kali.
Tangannya mulai lemas. Kemudian akhirya nabi benar-benar menjumpai al-Raiq al-A’la. Innalilahi WaInnailaihi Rajiun (segala sesuatu hanya milik Allah dan hanya kepadanya akan kembali).
Ketika nabi Muhammad belum wafat, ketika itu kaum Anshar melihat bahwa kondisi kesehatan Rasulullah cenderung memburuk mereka berkumpul di masjid. Melihat kejadian ini lalu al-Fadhl bin al-Abbas dan Ali bin Abi Thalib menyampaikannya kepada nabi.
berbalut dan berjalan kaki. Sesampainya di tengah mereka, duduklah di bawah tangga mimbar dan bersabda :
“Wahai orang-orang! Telah sampai kepadaku, bahwasanya kalian ketakutan atas kematian nabi kalian. Adakah seorang nabi yang diutus Allah sebelum aku yang abadi berada di tengah kalian? Ingatlah! Sesungguhnya aku akan kembali kepada Tuhanku dan kalian juga akan menyusulku. Maka oleh karenya, aku pesankan kepada kalian hendaknya kalian besikap baik kepada kaum Muhajirin gelombang pertama. Begitu juga aku pesankan kepada kaum Muhajirin agar berbaikan di antara sesama mereka.”
Sebelum mengurus jasad Nabi, terjadi perbedaan pendapat tentang pengganti nabi. Terjadi dialog dan debat serta sanggahan antara pihak Muhajirin dan Anshor di Saqifah bani Sa’idah. Namun, akhirnya mereka sepakat untuk mengangkat Abu Bakar sebaga khalifah hal ini terjadi sehingga masuk waktu malam pada hari senin.
Orang-orang sibuk mempersiapkan untuk mengurus jasad nabi hingga akhir malam mendekati subuh atau malam selasa. Sementara jasad nabi yang mulia masih tetap membujur di atas tempat tidur dengan diselimuti kain hitam. Pintu rumah ditutup dan hanya boleh dimasuki keluarga nabi.
Pada hari Selasa para sanak keluarga memandikan jasad nabi tanpa melepaskan kain yang menyelubungi. Adapun yang memandikan adalah, al-Abbas, Ali, al-Fadhl, dan Qatsam (keduanya anak al-Abbas), Syaqran (pembantu Rasulullah), Utsama bin Zaid dan Aus bin Khaili. Al-abbas, al-Fadhl dan Qatsam bertugas membalik-balikkan jasad, Syaqran mengguyurkan air, Ali membersihkannya dan Aus mendekap jasad nabi di dadanya. Kemudian mereka mengafani jasad nabi dengan tiga lembar kain putih dari bahan katun tanpa menyertakan pakaian ataupun tutup kepala.
Abu Thalhah menyingkirkan tempat tidur di mana nabi meninggal
dunia, lalu menggali liang lahat persis di bawah tempat tidur itu. Nabi Muhammad SAW, wafat di usia 63 Tahun.