fokusbatulicin.net – Ratusan kepala keluarga (KK) masih terlantar di tenda-tenda pengungsian walaupun bencana alam gempa bumi magnitudo 7,4 yang disusul dengan bencana tsunami dan likuefaksi di Sulawesi Tengah terjadi setahun lalu.
Anggota Yayasan Sikola Mombine, Nur Safriti mengungkapkan berdasarkan hasil monitoring di titik-titik penampungan, masih banyak korban yang terpaksa bertahan tinggal di tenda-tenda pengungsi karena tidak mendapatkan hunian sementara (huntara).
“Apalagi mendapatkan hunian tetap (huntap), kondisi ratusan KK itu masih memprihatinkan,” kata dia seperti dilaporkan Antara, Selasa (8/10).
Nur menjelaskan ratusan keluarga korban gempa, tsunami dan likuefaksi yang masih tinggal di lokasi pengungsian itu tersebar di Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Kabupaten Donggala.
Mereka yang berada di tenda-tenda pengungsi bukan hanya orang dewasa, tetapi juga bayi dan anak-anak dengan kondisi yang cukup memprihatinkan karena kekurangan makanan dan kebutuhan lainnya.
Bahkan, imbuh Nur, tempat tinggal mereka sebenarnya tidak layak untuk dijadikan tempat tinggal karena tenda-tenda yang menaungi pengungsi sudah bocor. Saat hujan, tak jarang banjir masuk ke tenda dan mengusik kenyamanan para pengungsi.
Nur menambahkan rata-rata warga yang tinggal bertahan di tenda-tenda pengungsi yang terbuat dari terpal sejak mulai huntara dibagikan. Mereka tidak mendapatkan hunian yang layak sebab namanya tidak ada dalam daftar penerima huntara.
“Karena tidak mendapatkan huntara, makanya mereka memilih untuk tinggal di tenda pengungsi, meski tidak layak dihuni,” ujarnya.
Selain tinggal di tenda darurat, para penyintas bencana alam di tiga wilayah Palu, Sigi dan Donggala hingga kini belum juga mendapatkan jaminan hidup (jadup) sebagaimana yang telah dijanjikan oleh pemerintah. (cnnindonesia.com)