fokusbatulicin.net – Mantan Pemimpin Redaksi Banjarhits Diananta Putra Sumedi ditahan di Rutan Polda Kalimantan Selatan, Senin (4/5). Hari ini sejumlah organisasi pers dan kelompok masyarakat sipil mendesak Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalsel segera membebaskan Diananta.
Komite Keselamatan Jurnalis menjelaskan kronologi kasus tersebut. Diananta ditahan selama 20 hari depan karena menulis berita yang diduga menyinggung SARA. Berita yang dipermasalahkan berjudul “Tanah Dirampas Jhonlin, Dayak Mengadu ke Polda Kalsel” dan telah dimuat di Banjarhits.id pada 9 November 2019.
Pelapor atas nama Sukirman mengaku dari Majelis Umat Kepercayaan Kaharingan. Dia melaporkan Diananta karena menilai berita tersebut menimbulkan kebencian dan bermuatan sentimen kesukuan.
Sukirman melapor ke Polda Kalsel dengan aduan pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) pada November 2019. Dia juga mengadukan kasus ini kepada Dewan Pers pada bulan yang sama.
Selama ditangani Dewan Pers, Polda Kalsel tetap melanjutkan proses penyelidikan. Diananta sempat dimintai keterangan oleh penyidik dengan surat panggilan Nomor B/SA-2/XI/2019/Ditreskrimsus pada Rabu (26/11/2019).
Kemudian pada 5 Februari 2020, Dewan Pers memutuskan bahwa redaksi Kumparan adalah pihak yang harus bertanggung jawab atas berita yang dipersoalkan itu, bukan Banjarhits yang menjadi mitra Kumparan.
Dewan Pers memutuskan berita yang dilaporkan itu melanggar Pasal 8 Kode Etik Jurnalistik karena menyajikan berita yang mengandung prasangka atas dasar perbedaan suku (SARA).
Kemudian Dewan Pers merekomendasikan agar teradu melayani hak jawab dari pengadu dan menjelaskan persoalan pencabutan berita yang dimaksud. Rekomendasi itu diteken melalui lembar Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) Dewan Pers.
“Masalah sengketa pers ini dinyatakan selesai. Pihak kumparan melalui Banjarhits.id sudah memuat hak jawab dari teradu dan menghapus berita yang dipermasalahkan,” kata Sasmito Madrim, salah satu perwakilan Komite Keselamatan Jurnalis, dalam keterangan tertulis, Selasa (5/5).
Meski dinyatakan selesai oleh Dewan Pers, proses hukum di Polda Kalsel terus berlanjut hingga akhirnya Diananta ditahan di Rutan Polda Kalsel.
Komite mendesak Polda Kalsel membebaskan Diananta dari tahanan dan mencabut status tersangkanya. Selain itu, Polda Kalsel juga diminta menghormati keputusan Dewan Pers sebagaimana diatur dalam UU Pers Nomor 40 Tahun 1999.
“Kami meminta Kapolri mengevaluasi jajaran Polda Kalimantan Selatan yang tetap menindaklanjuti sengketa pers ke ranah pidana. Sikap Polda Kalsel ini berpotensi memberangus kebebasan pers yang menjadi salah satu pilar demokrasi,” ujarnya.
Komite Keselamatan Jurnalis sendiri merupakan gabungan dari sejumlah organisasi yaitu; Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, SAFEnet, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Federasi Serikat Pekerja Media Independen (FSPMI), Amnesty International Indonesia, Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
Selain Komite Keselamatan Jurnalis, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Balikpapan juga menyesalkan penahanan Diananta. Ketua AJI Balikpapan Devi Alamsyah menilai sikap Polda Kalsel membuktikan bahwa aparat penegak hukum abai terhadap UU Pers serta nota kesepahaman (MoU) antara Dewan Pers-Polri.
“Tidak bisa ditahan begitu saja. Masalahnya ini harusnya sudah clear di Dewan Pers saja. Pelanggaran MoU Polri-Dewan Pers ini jadi preseden buruk saat momentum Hari Kebebasan Pers, 3 Mei kemarin,” kata Devi.
Selain itu, Paguyuban Korban UU ITE (Paku ITE) juga menyoroti kasus penahanan Diananta. Dalam akun media sosial Twitter @pakuite, kelompok ini mendesak Polda Kalsel segera membebaskan Diananta dari tahanan.
“Tidak ada kata lain yang ingin kami sampaikan kecuali bebaskan Diananta dari tahanan Polda Kalsel,” tulisnya di Twitter.(cnn.indonesia.com)
sumber foto : akun Twitter Paguyuban Korban UU ITE @pakuite