fokusbatulicin.net – Tiga pataka (sungkul) atap ini dibikin pada tahun 1878 seiring dengan dibangunnya sebuah MASIGIT BASAR (masjid besar) di wilayah Alabio kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan.
Pataka paling besar (bapak) dipasang pada puncak kubah utama masjid. Pataka berukuran sedang (ibu) di pasang di atas puncak kubah yang ada di bagian mihrab, sedangkan yang kecil (anak) diletakkan pada mimbar khutbah masjid.
Selama 30 tahun “pataka tiga baranak” ini menghiasi masjid tersebut, sampai tahun 1908. Pada tahun ini, masjid mengalami renovasi pada bagian atap, kubah dan mimbar, hingga hal ini berimbas pada dipensiunkannya ketiga pataka tersebut.
Berhubung ketiga pataka tidak terpakainya lagi, dan kebetulan pada waktu itu ada orang meminta hendak memakai pataka-pataka tersebut untuk dipasang pada sebuah masjid yang sedang dibangun di daerah Kalua kabupaten Tabalong. Maka disepakatilah “pataka tiga baranak” ditukar dengan 440 liter gabah dan ketiga pataka pun diboyong ke Kalua.
Di Kalua, sebelum dipasang, pataka-pataka itu diletakkan dalam masjid yang belum selesai pembangunannya. Selama ketiga pataka tersebut berada dalam masjid itu, setiap malam terdengar suara orang menangis dari dalam masjid dan ketika didatangi, suara itu seketika berhenti menangis. Hal ini membuat orang yang bermukim di sekitar masjid merasa terganggu. Sampai suatu malam, dari dalam masjid terdengar suara tangisan, namun kali ini disertai dengan teriakan “BULIKAKAN KAMI KA HALABIYU” (pulangkan kami ke Alabio).
Dari teriakan inilah kemudian orang-orang di sekitar masjid tahu kalau yang menangis selama ini adalah “pataka tiga baranak”. Karena yang baru datang dari Alabio hanyalah ketiga pataka tersebut.
Akhirnya pataka-pataka itu pun dikembalikan ke tempat asalnya. Pada tanggal 7 Maret 1978, “pataka tiga baranak” ini diminta untuk diserahkan ke museum Lambung Mangkurat Banjarbaru. Namun panitia masjid serta masyarakat setempat menolak dan bersepakat untuk tetap membiarkan ketiga pataka tersebut berada dalam “Masigit Basar”, hingga sekarang.
*** Di luar masjid dekat mihrab terdapat sebuah makam tua ulama besar KH. MUHAMMAD THAHIR bin SYIEKH SYIHABUDDIN bin DATU KALAMPAYAN (Muhammad Suryadi )