Kisah Dan Karamat Syech Muhammad Nor Takisung (Bagian 3)

1676

fokusbatulicin.net – Menelusuri sisi kehidupan Tuan Guru Muhammad Nur asal Takisung, Kabupaten Tanah Laut sebagai seorang guru spiritual dalam mengajarkan ilmu tauhid dan ilmu tasawuf sekaligus guru pembimbing, banyak teladan yang bisa dipetik. Dia sangat patuh dan taat dalam menerapkan ilmunya sesuai dengan Alquran dan Hadits, serta sangat keras membimbing murid-muridnya agar senantiasa bertaqarrub (dekat) dengan Sang Khalik melalui dzikir.

Metode atau cara Tuan Guru Muhammad Nur bin Syekh Ibrohim Khaurani dalam membimbing murid-muridnya mungkin lebih khusus. Para murid tidak hanya diajarkan dengan beramaliah atau membaca dzikir dengan jumlah dan waktu tertentu di rumah masing-masing. Lebih dari itu, pada waktu yang ditentukan, satu persatu muridnya juga akan dibimbing secara langsung membaca dzikir di waktu dan tempat yang khusus (khalwat).

Dizikir yang dibaca terangkum dalam sebuah ilmu thoriqat gabungan yang muktabar, yakni thoriqat sadzaliyah, qadariyah dan nuqsabandiyah. Thoriqat ini diterima atau di-ijazahkan oleh orangtuanya langsung, Syekh Ibrohim Khaurani. Dalam sanad pengambilan ilmu thoriqat tersebut, orangtuanya Syekh Ibrohim Khairani mendapat ijazah dari orangtuanya lagi, Syekh Muhammad Amin, kemudian Syekh Muhammad Amin memperoleh dari orangtuanya Syekh Abdullah Khatib, selanjutnya mengambil dari orangtuanya Syekh Abul Hamim, berikutnya Syekh Abul Hamim memperoleh dari orangtuanya Syekh Abdul Hamid Abulung. Sedangkan Syekh Abdul Hamid Abulung mengambil ijazah dari Syekh Ismail hingga seterusnya sampai kepada Syekh Imamul Thoriqat Nuqsabandiyah, Syekh Baha’uddin, dan pertalian terkait sampai kepada Baginda Rasulullah Saw.

Baca Juga  Kisah & Karomah Syech Muhammad Nor Takisung ( Bagian 2)

Hasil penelusuran koranbanjar.netdengan beberapa murid Tuan Guru Muhammad Nur Takisung serta pengamatan secara langsung di kediamannya, Desa Takisung, Kabupaten Tanah Laut, semasa Tuan Guru Muhammad Nur masih hidup, pengajaran ilmu tauhid dan tasawuf serta bimbingan langsung ditangani Tuan Guru Muhammad Nur. Kemudian sepeninggal atau sejak Tuan Guru Muhammad Nur wafat, pengajaran ilmu tauhid dan tasawuf serta bimbingan dzikir dilanjutkan oleh anak-anaknya.

Sejak dulu hingga sekarang, bimbingan dzikir secara langsung akan dilaksanakan setiap bulan suci Ramadan atau bulan puasa. Para murid secara bergiliran akan memasuki khalwat beberapa hari, untuk membiasakan berdzikir, di sebuah pondok kecil yang sudah disediakan di belakang rumah Tuan Guru Muhammad Nur.

Murid yang masuk khalwat tersebut tidak hanya dibimbing secara langsung, tetapi juga dilayani dengan khusus, seperti makan dan minum untuk berbuka puasa maupun sahur. Bimbingan itu dilakukan tidak lain untuk membiasakan murid-muridnya untuk menunaikan ibadah wajib, seperti sholat secara tertib dan tepat waktu serta melazimkan dzikir.

Adapun cerita menarik dari murid-murid Tuan Guru Muhammad Nur, bimbingan tersebut menjadikan muridnya terbiasa membaca dzikir, bahkan sampai-sampai terbawa dalam kondisi tidur.

“Ada satu murid beliau (Tuan Guru Muhammad Nur) asal Samarinda, mungkin karena terbiasa berdzikir, satu ketika saya pernah tidur, berdekatan dengan murid asal Samarinda itu. Tengah malam, saya terbangun, lalu mendengar ada orang berdzikir. Setelah saya cermati, ternyata murid asal Samarinda itu yang sedang berdzikir. Saya perhatikan, dia sedang tidur. Jadi dia berdzikir itu dalam keadaan tidur,” ungkap satu murid Tuan Guru Muhammad Nur, yang tidak ingin namanya disebutkan.

Baca Juga  Kota Tarim Mulia, Karena Kota Tarim.....

Bersamaan itu, sudah mulai banyak orang yang berdatangan kepada dirinya, untuk minta diajari ilmu tasawuf dan minta bimbingan. Awalnya, Tuan Guru Muhammad Nur masih belum bersedia mengajarkan maupun memberikan bimbingan. Sampai suatu ketika dia mendapatkan izin langsung dari Baginda Rasulullah Saw melalui sebuah mimpi, untuk boleh mengajarkan dan memberikan bimbingan.

Nah, sejak itulah Tuan Guru Muhammad Nur mengajarkan ilmu tauhid dan tasawuf sekaligus memberikan bimbingan kepada murid-muridnya yang kini sudah rersebar, tidak hanya di Kalimantan Selatan, tetapi ke seluruh pelosok nusantara, di antaranya Kaltim, Kalbar, Kalteng, bahkan ke beberapa provinsi seperti Pulau Jawa dan Sulawesi.

Konon, semasa Tuan Guru Muhammad Nur masih hidup, ada seorang penuntut ilmu asal Kabupaten Tanah Bumbu atau Batulicin, yang mengklaim telah mendapat izin dari Tuan Guru Muhammad Nur untuk mengija-zahkan thoriqat yang diajarkan Tuan Guru Muhammad Nur kepada orang lain. Padahal, Tuan Guru Muhammmad Nur tidak pernah memberikan izin kepada muridnya untuk mengija-zahkan, selain dirinya atau anak-anaknya, setelah dia wafat. (TFB)