Balogo, Permainan Tradisional Yang Turut Meramaikan Pesta Adat “Mappanre Ri Tasi’e”

122

Lomba Balogo tingkat Provinsi Kalimantan Selatan turut meramaikan Pesta Pantai Mappanre Ri Tasi’e di Kabupaten Tanah Bumbu (Tanbu).

Kepala Disbudporapar Tanbu, Syamsuddin, mengatakan Pemkab Tanbu menggelar lomba balogo dalam rangka memeriahkan Pesta Pantai Mappanre Ri Tasi’e 2024. “Ini sebagai upaya melestarikan permainan tradisional yang merupakan aset budaya,” ujarnya. Jumat (26/4/2024) di Pantai Pagatan, Kecamatan Kusan Hilir.

Syamsuddin menambahkan dengan perlombaan permainan tradisional ini semua dapat terus mengembangkan kreativitas dalam membudayakan olahraga tradisional tersebut. Ia mengatakan lomba balogo terdapat makna tersirat. Yaitu mengajarkan tentang keterampilan, kerjasama, konsistensi dan sportivitas.

Nilai-nilai penting itu tercermin pada saat menata logo serta di akhir permainannya. Melalui lomba balogo ini di harapkan permainan tradisional tersebut tidak tergerus oleh kemajuan teknologi.

“Animo peserta dari berbagai daerah di Kalsel sangatlah tinggi. Mereka turut berpartisipasi dalam melestarikan permainan tradisional ini,” terangnya.

Adapun peserta sebanyak 42 Tim. Setiap tim berisikan tiga orang anggota. Untuk perorangan berjumlah 50 orang dari berbagai Kabupaten di Kalsel. ***

Apa Itu Balogo, Dan Bagaimana Cara Memainkan Permainannya ?

Indonesia memiliki banyak permainan tradisional yang berasal dari berbagai daerah. Salah satunya adalah permainan tradisional Balogo yang merupakan permainan tradisional asal Suku Banjar, Kalimantan Selatan. Seperti apa permainan Balogo?

Baca Juga  2018 Polres Tanbu Keluarkan 15.985 Surat Tilang

Dikutip dari laman resmi Kemdikbud, nama Balogo diambil dari kata logo, yaitu bermain dengan menggunakan alat ‘logo’. Permainan Balogo merupakan keterampilan memainkan logo agar bisa merobohkan logo lawan yang dipasang.

Logo ini terbuat dari bahan tempurung kelapa (kebanyakan dibuat berlapis dua) dan direkatkan dengan bahan aspal atau dempul supaya berat dan kuat. Ukuran bahan tempurung kelapa yang digunakan memiliki garis tengah sekitar 5-7 cm dan tebal antara 1-2 cm. Bentuk alat logo juga bermacam-macam, ada yang berbentuk bidawang (bulus), biuku (penyu), segitiga, bentuk layang-layang, daun, dan bundar.

Saat bermain Balogo, pemain harus dibantu dengan sebuah alat yang disebut panapak atau kadang-kadang di beberapa daerah ada yang menyebutnya dengan campa, yakni stik atau alat pemukul yang panjangnya sekitar 40 cm dengan lebar 2 cm. Fungsi panapak atau campa ini adalah untuk mendorong logo agar bisa meluncur dan merobohkan logo pihak lawan yang dipasang saat bermain.

Cara bermain Balogo

Permainan tradisional Balogo sendiri bisa dilakukan satu lawan satu atau secara beregu. Cara atau aturan bermain satu lawan satu dengan beregu pun berbeda.

Jika dimainkan secara beregu, maka jumlah pemain yang “naik” (yang melakukan permainan) harus sama dengan jumlah pemain yang “pasang” (pemain yang logonya dipasang untuk dirobohkan). Untuk jumlah pemain beregu minimal 2 orang dan maksimal 5 orang.

Baca Juga  Asisten II Hadiri HUT bhayangkara yang Ke-78

Nantinya, jumlah logo yang dimainkan sebanyak jumlah pemain yang disepakati dalam permainan. Cara memasang logo ini adalah didirikan berderet ke belakang pada garis-garis melintang. Ketentuannya, regu yang paling banyak dapat merobohkan logo lawan yang akan menjadi pemenangnya.

Tak hanya menyenangkan dan bisa menjadi warisan budaya, permainan Balogo juga mengandung mitos sekaligus filosofi yang luhur sebagai tradisi permainan yang diwariskan nenek moyang Suku Dayak Kalimantan Tengah.

Permainan Balogo dipercaya masyarakat Suku Dayak di Kalimantan Tengah zaman dahulu sebagai permainan yang bisa mengukur tingkat kesuburan (keberuntungan) kehidupan mereka.

Meski tidak diketahui kapan tradisi ini mulai ada, namun permainan Balogo ini dimainkan hampir di seluruh wilayah Kalimantan Tengah. Pada masyarakat setempat, permainan ini bersifat musiman yakni digelar setelah masa panen padi dan upacara Tiwah.

Setelah menggelar upacara Tiwah, yang sama artinya dengan membuang harta. Untuk mengukur rezeki atau keberuntungan setelah upacara Tiwah, masyarakat kemudian memainkan Balogo.

Permainan ini juga menanamkan nilai-nilai budaya bagi memainkan permainan tradisional Balogo misal kejujuran, tidak egois, kerjasama, sikap kerja keras dan musyawarah mufakat dalam menyelesaikan persoalan. ***

Foto : Dok Mappanre Ri tasi’e 2017